Kajian Tausyiah Oleh A'a Gym
Tiada keberuntungan yang sangat besar dalam hidup ini, kecuali orang yang tidak memiliki sandaran, selain bersandar kepada Allah. Dengan meyakini bahwa memang Allah-lah yang menguasai segala-galanya; mutlak, tidak ada satu celah pun yang luput dari kekuasaan Allah, tidak ada satu noktah sekecil apapun yang luput dari genggaman Allah. Total, sempurna, segala-galanya Allah yang membuat, Allah yang mengurus, Allah yang menguasai.
Foto oleh Edvin Richardson dari Pexels
Adapun kita, manusia, diberi kebebasan untuk memilih, "Faalhamaha fujuraha wataqwaaha", "Dan sudah diilhamkan di hati manusia untuk memilih mana kebaikan dan mana keburukan".
Potensi baik dan potensi buruk telah diberikan, kita tinggal memilih mana
yang akan kita kembangkan dalam hidup ini. Oleh karena itu, jangan
salahkan siapapun andaikata kita termasuk berkelakuan buruk dan terpuruk,
kecuali dirinyalah yang memilih menjadi buruk, naudzubillah.
Sedangkan keberuntungan bagi orang-orang yang bersandarnya kepada Allah
mengakibatkan dunia ini, atau siapapun, terlampau kecil untuk menjadi
sandaran baginya. Sebab, seseorang yang bersandar pada sebuah tiang akan
sangat takut tiangnya diambil, karena dia akan terguling, akan
terjatuh.
Bersandar kepada sebuah kursi, takut kursinya diambil. Begitulah
orang-orang yang panik dalam kehidupan ini karena dia bersandar kepada
kedudukannya, bersandar kepada hartanya, bersandar kepada penghasilannya,
bersandar kepada kekuatan fisiknya, bersandar kepada depositonya, atau
sandaran-sandaran yang lainnya.
Padahal, semua yang kita sandari sangat mudah bagi Allah (mengatakan
‘sangat mudah’ juga ini terlalu kurang etis), atau akan ‘sangat mudah
sekali’ bagi Allah mengambil apa saja yang kita sandari. Namun, andaikata
kita hanya bersandar kepada Allah yang menguasai setiap kejadian, "laa khaufun alaihim walahum yahjanun’, kita tidak pernah akan panik, Insya Allah.
Jabatan diambil, tak masalah, karena jaminan dari Allah tidak tergantung
jabatan, kedudukan di kantor, di kampus, tapi kedudukan itu malah
memperbudak diri kita, bahkan tidak jarang menjerumuskan dan menghinakan
kita. kita lihat banyak orang terpuruk hina karena jabatannya. Maka, kalau
kita bergantung pada kedudukan atau jabatan, kita akan takut
kehilangannya. Akibatnya, kita akan berusaha mati-matian untuk
mengamankannya dan terkadang sikap kita jadi jauh dari kearifan.
Tapi bagi orang yang bersandar kepada Allah dengan ikhlas, ‘ya silahkan
... Buat apa bagi saya jabatan, kalau jabatan itu tidak mendekatkan kepada
Allah, tidak membuat saya terhormat dalam pandangan Allah?’ tidak apa-apa
jabatan kita kecil dalam pandangan manusia, tapi besar dalam pandangan
Allah karena kita dapat mempertanggungjawabkannya. Tidak apa-apa kita
tidak mendapatkan pujian, penghormatan dari makhluk, tapi mendapat
penghormatan yang besar dari Allah SWT. Percayalah walaupun kita punya
gaji 10 juta, tidak sulit bagi Allah sehingga kita punya kebutuhan 12
juta. Kita punya gaji 15 juta, tapi oleh Allah diberi penyakit seharga 16
juta, sudah tekor itu.
Oleh karena itu, jangan bersandar kepada gaji atau pula bersandar kepada
tabungan. Punya tabungan uang, mudah bagi Allah untuk mengambilnya. Cukup
saja dibuat urusan sehingga kita harus mengganti dan lebih besar dari
tabungan kita. Demi Allah, tidak ada yang harus kita gantungi selain hanya
Allah saja. Punya bapak seorang pejabat, punya kekuasaan, mudah bagi Allah
untuk memberikan penyakit yang membuat bapak kita tidak bisa melakukan
apapun, sehingga jabatannya harus segera digantikan.
Punya suami gagah perkasa. Begitu kokohnya, lalu kita merasa aman dengan
bersandar kepadanya, apa sulitnya bagi Allah membuat sang suami muntaber,
akan sangat sulit berkelahi atau beladiri dalam keadaan muntaber. Atau
Allah mengirimkan nyamuk Aides Aigepty betina, lalu menggigitnya sehingga
terjangkit demam berdarah, maka lemahlah dirinya. Jangankan untuk membela
orang lain, membela dirinya sendiri juga sudah sulit, walaupun ia seorang
jago beladiri karate.
Baca Juga:
Tidak Akan Jadi Miskin Karena Bersedekah
Tiga Wasiat Rasulullah
"Wamayatawakkalalallah fahuwa hasbu", (QS. At Thalaq [65] : 3).
Yang hatinya bulat tanpa ada celah, tanpa ada retak, tanpa ada lubang
sedikit pun ; Bulat, total, penuh, hatinya hanya kepada Allah, maka bakal
dicukupi segala kebutuhannya. Allah Maha Pencemburu pada hambanya yang
bergantung kepada makhluk, apalagi bergantung pada benda-benda mati. Mana
mungkin? Sedangkan setiap makhluk ada dalam kekuasaan Allah. "Innallaaha
ala kulli sai in kadir".
Oleh karena itu, harus bagi kita untuk terus menerus meminimalkan
penggantungan. Karena makin banyak bergantung, siap-siap saja makin banyak
kecewa. Sebab yang kita gantungi, "Lahaula wala quwata illa billaah"
(tiada daya dan kekuatan yang dimilikinya kecuali atas kehendak Allah).
Maka, sudah seharusnya hanya kepada Allah sajalah kita menggantungkan,
kita menyandarkan segala sesuatu, dan sekali-kali tidak kepada yang lain,
Insya Allah.
Sumber: ceramahcenter.blogspot.com
Kunjungi Juga :
*Muallaf Gadis Penjaga BAR*Grasia, Gadis Muallaf Yang Berjuang Sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar